Wacana Bupati Cianjur, dr. Mohammad Wahyu Ferdian, yang menyatakan siswa “nakal” akan dikirim ke barak pelatihan, menuai respons kritis dari berbagai kalangan, salah satunya dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Cianjur. Mereka menilai kebijakan ini menyimpang dari prinsip dasar pendidikan.
Dalam sistem pendidikan nasional, siswa bahkan yang dianggap “bermasalah” harus tetap diposisikan sebagai subjek didik, bukan objek hukuman. Pendidikan memerlukan pendekatan empirik, humanis, dan pedagogis, bukan pendekatan militeristik yang identik dengan kekerasan dan kedisiplinan ketat.
Mengirim siswa ke barak tidak hanya melanggar prinsip student-centered learning, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif seperti tekanan mental, pembentukan karakter otoriter, hingga kekerasan fisik dan psikis. Selain itu, kebijakan ini bisa mengabaikan peran penting guru, konselor, dan orang tua dalam pembinaan karakter anak.
Pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi proses tumbuh-kembang peserta didik, bukan ladang eksperimen kebijakan sepihak tanpa kajian komprehensif. Alih-alih menanamkan kedisiplinan, pendekatan militer justru bisa mematikan semangat belajar, kreativitas, dan kebebasan berpikir siswa.
Oleh karena itu, sangat penting bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur dan Dinas Pendidikan untuk mengkaji ulang wacana ini secara serius. Proses pembinaan harus dikembalikan ke jalur pendidikan yang ilmiah, manusiawi, dan sesuai dengan prinsip pendidikan nasional.