Cianjur – Dalam pusaran zaman yang bergerak begitu cepat, digitalisasi bukan sekadar pilihan, melainkan keniscayaan. Sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kita dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang besar untuk terus memanifestasikan nilai-nilai keislaman, keindonesiaan, dan keilmuan dalam realitas baru yang serba digital.
Era digital membuka ruang tanpa batas. Informasi mengalir deras, ide-ide bersilangan cepat, dan eksistensi seseorang tidak lagi hanya diukur dari keberadaannya di ruang fisik, tetapi juga dari kontribusinya di ruang maya. Di sinilah peran kader HMI diuji: mampukah kita menjadi pionir dalam menebarkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin melalui platform-platform digital?
Sebagai kader, kita tidak hanya dituntut untuk melek teknologi, tetapi juga cakap dalam menggunakannya untuk misi keummatan dan kebangsaan. Aktivisme tidak lagi terbatas pada ruang-ruang diskusi tatap muka; ia kini harus hidup di media sosial, dalam tulisan-tulisan reflektif, dalam gerakan digital yang tetap berakar pada nilai-nilai perjuangan HMI.
Dalam perjalanan ini, saya, Asep Maulana, percaya bahwa:
“Di tengah arus digitalisasi, kader HMI harus menjadi suluh yang menuntun arah, bukan buih yang hanyut tanpa tujuan.”
Kita harus hadir bukan hanya sebagai konsumen informasi, melainkan sebagai produsen gagasan. Mengisi ruang digital dengan narasi yang membangun, kritis, dan solutif. Menjadi pemantik peradaban yang beradab.
Menjadi kader HMI di era digitalisasi berarti kita harus mengasah intelektualitas kita, menjaga integritas kita, dan membangun jejaring seluas-luasnya tanpa kehilangan jati diri. Kita harus memahami bahwa teknologi hanyalah alat; nilai dan tujuan kitalah yang akan menentukan arah perjalanan.
Mari bersama-sama menjadikan era digital ini sebagai panggung untuk mempertegas eksistensi HMI, bukan hanya sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua, tetapi juga sebagai pelopor perubahan di tengah dunia yang terus berubah.